.::selamat datang di bumi uncak kapuas::.

Kamis, Februari 12, 2009

Potensi Objek Wisata Beberapa Kecamatan Kabupaten kapuas Hulu

Kecamatan Embaloh Hilir

Gambaran Umum

Kecamatan Embaloh Hilir dengan luas 1.869,10 km2, terdiri dari 6 desa berpenduduk 10.611 jiwa (akhir oktober 2003), mata pencaharian penduduk sebagian besar bertani dan nelayan suku yang mendiami wilayah Kecamatan Embaloh Hilir sebagian besar adalah Suku Melayu dan Dayak (Kantuk, Tamambaloh dan Iban) penduduknya sebagian besar beragama Islam dan Katolik.
Kecamatan Embaloh Hilir terdiri dari 6 desa, yaitu:
1. Desa Nanga Embaloh
2. Desa Keliling Semulung
3. Desa Nanga Nyabau
4. Desa Lawik
5. Desa Awin
6. Desa Penyeluang
Kecamatan Embaloh Hilir berada pada jalur Sungai Kapuas, Sungai Embaloh dan Jalan Lintas Utara dengan batas-batas administratif:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Embaloh Hulu
2. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kecamatan Bunut Hilir
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Batang Lupar
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Manday
Gambaran Objek Wisata
1. Objek Wisata Alam
a. Danau Perantu
Pada zaman dahulu -+ 150 tahun yang lalu kampung Nanga Embaloh didiami oleh suku dayak tamambaloh tempatnya disebut keleka' Alah, mata pencaharian mereka bertani atau ladang berpindah. masyarakat yang mendiami Keleka'Alah tersebut apabila ada yang meninggal dunia dikuburkan pada suatu tempat dengan sebutan Ujung Perantu tepatnya disebelah selatan Kampung Kelaka'Alah. Dibelakang ujung perantu tersebut terdapat sebuah danau yang dinamakan danau perantu. Kata perantu adalah bahasa tamambaloh yang berarti kubur. Ditengah desa Nanga Embaloh terdapat sebuah sungai yang diberi nama Piang Djangau, kata piang berarti nenek, dibagian timur perkampungan terdapat lagi sungai yang bernama Piang Banang (Nenek Banang), di sebelah utara pekampuangan ada dua buah sungai atau kiri mudik Sungai Kapuas yaitu Sungai Embaloh dan Sungai Pilin yang sampai sekarang masih ada dan didiami Suku Tamambaloh dan TamanPalin.
Penduduk nanga embaloh yang ada sekarang sebetulnya juga berasal dari suku Tamambaloh, seperti lazimnya kelompok Suku Dayak yang telah memeluk Agama Islam selalu menamakan diri mereka Suku Melayu, bukan Suku Melayu dari Riau atau Sumatera Timur, tetapi suku Melayu yang berasal dari Suku Dayak yang memeluk Agama Islam oleh sebab itu adat istiadat antara suku melayu di Nanga Embaloh ada persamaan dengan adat istiadat Suku Tamambaloh. Kata Kelaka' artinya tempat yang ditinggalkan sedangkan Alah artinya kalah. Kekela'Alah merupakan tempat tinggal yang sudah kalah, karena pada masa itu selalu terjadi perang antar suku atau sekelompok musuh baik dalam maupun dari luar, kaerna merasa ketentraman terganggu mereka memilih pindah, ada yang ke Embaloh Hulu sekarang, ada yang ke Sungai Palin sekarang dan bahkan ada yang ke Hulu Sungau Kapuas (sekitar Putussibau sekarang). Semua harta benda ada yang dibawa dan ada juga yang ditinggalkan disimpan pada sebuah danau kecil atau Kerinan yang disebut Kerinan Guci yaitu untuk menyimpan tempayan dan harta berharga lainnya, harta tersebut telah menjadi harta karun tak dapat dilihat dengan kasat mata, konon katanya kecuali ada rahmat dari Yang Maha Kuasa barulah harta tersebut dapat dilihat atau diambil.
Kemudian setelah kelompok masyarakat ini pindah, lalu muncul dua orang tokoh masyarakat, yang seorang bernama Yusuf kemudian bergelar Kiai Mas Suradilaga. Kiai Mas Jaya Laksana mempunyai anak sembilan orang dan disebut kemudian hari sebagai turunan sembilansedangkan Kiai Mas Suradilaga hanya mempunyai seorang anak bernama Jemali. Keturunan kedua orang tersebut sampai sekarang secara turun temurun masih mendiami Nanga Embaloh.
Danau Perantu ini berjarak 1 km dari Nanga Embaloh, dari Putussibau 1 jam menggunakan speed boat 40 HP.
b. Danau Bungkang
Sebagaimana telah diuraikan di atas tentang Danau Perantu, di dalam danau tersebut ada sebuah anak sungai yang menghubungkan antara Danau Perantu dengan Danau Bungkang dan Danau Perari. Danau Bungkan dan Danau Perari merupakan bagian yang tidak terpisahkan, pada muara danau perari terdapat sungai yang menghubungkan sungai kapuas dengan danau danau tersebut. kata perari berasal dari kata rari (bahasa daerah setempat) yang artinya lari. Konon pada masa pemerintahan Kiai Mas Jaya Laksana, datang suku kantuk dari empanang untuk menetap dan berladang diwilayah yang dikuasai oleh Kiai Mas Jaya Laksana, atas izin dari Pangeran Kerajaan Bunutdan persetujuan Kiai Mas Jaya Laksana mereka diizinkan seperti di sungai embaloh dan sungai kapuas, sebelum menyebar ke daerah tersebut mereka sempat bermukim di Danau Bungkang tepatnya di Perari (tempatnya orang-orang bersembunyi lari dari kejaran musuh).
Di Danau Bungkang ada tempat yang dinamakan Suak Parak yaitu tempat menyalai/memanggang kepala orang-orang yang kalah perang, juga ada tempat yang dinamakan teluk peneraju berasal dari kata teraju yaitu sejenis alat timbangan, berada dipertengahan danau, disini banyak tumbuh pohon kayu yang masih dilindungi hukum adat seperti kayu Tempurau tempat lembah madu bersarang.

2. Wisata Budaya
Rumah Betang Sungai Uluk Apalin

Masyarakat yang menghuni rumah betang sungai uluk apalin (sering juga disebut dusun Sungulo') merupakan kelompok masyarakat yang termasuk dalam suku dayak embaloh. Dalam istilah yang lebih umum, suku dayak embaloh disebut pula dengan sebutan dayak Tamambaloh. Secara khusus, masyarakat dusun sungai uluk apalin tergolong sebagai masyarakat dayak embaloh palin, yaitu kelompok masyarakat dayak embaloh yang bermukim disekitar sungai palin.
Rumah Panjang tertua di KalBar, berumur -+ 100 tahun
Betang Sungai Uluk Apalin yang jaraknya dari putussibau -+ 37km, merupakan salah satu betang tertua dikapuas hulu bahkan konon dikalimantan barat. Dusun sungai uluk apalin merupakan salah satu dusun dari desa Nanga Nyabau termasuk dalam wilayah ketemanggungan Sungulo' dikepalai oleh seorang pemimpin/kepala adat yang menurut sejarahnya dikenal dengan semagat. Pemimpin adat tersebut berkedudukan di dusun sungai uluk apalin yang ada pada masa sekarang ini. Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda, sebutan semagat diganti dengan istilah temenggung.

Sabtu, Februari 07, 2009

Sejarah Kapuas Hulu

SEJARAH PEMERINTAHAN KABUPATEN KAPUAS HULU

Berdasarkan Undang-undang Darurat nomor 3 tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan, maka pada tanggal 13 Januari 1953 terbentuk Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu dengan ibukota Putussibau. Bupati pertama yang menjabat adalah JC. Oevang Oeray (1951-1955), berikut dilanjutkan oleh Anang Adrak (1955-1956).
SEJARAH KAPUAS HULU PADA ZAMAN BELANDA
Sejumlah pegunungan yang membentang di Kabupaten Kapuas Hulu, serupa Schwaner dan Muller, ternyata diabadikan dari nama sejumlah pelaku ekspedisi berkebangsaan asing pertengahan abad XIX di daerah itu. Wilayah perbatasan antara Kapuas dan Mahakam merupakan salah satu wilayah yang paling terpencil di Borneo. Di sebelah timur, daerah Mahakam Hulu, yang terisolasi oleh jeram-jeram yang sangat berbahaya, di mana suku Kayan-Mahakam, suku Busang termasuk sub suku Uma Suling dan lain-lain serta suku Long Gelat sebuah sub suku dari Modang menempati daratan-daratan yang subur, sedangkan suku Aoheng mendiami daerah berbukit-bukit. Di sebelah barat, daerah Kapuas Hulu dengan kota niaga kecil Putussibau, dikelilingi oleh desa-desa Senganan, Taman dan Kayan. Lebih ke hulu lagi, dua desa kecil Aoheng dan Semukng. Di antara keduanya, sebuah barisan pegunungan yang besar mencapai ketinggian hampir 2000 meter didiami oleh suku nomad Bukat atau Bukot dan Kereho atau Punan Keriu, serta suku semi nomad Hovongan atau Punan Bungan.Orang asing pertama yang mencapai dan melintasi pegunungan ini adalah Mayor Georg Muller, seorang perwira zeni dari tentara Napoleon I yang sesudah Waterloo masuk dalam pamongpraja Hindia Belanda. Mewakili pemerintah kolonial, ia membuka hubungan resmi dengan sultan-sultan di pesisir timur Borneo. Pada tahun 1825, kendati Sultan Kutai enggan membiarkan tentara Belanda memasuki wilayahnya, Muller memudiki Sungai Mahakam dengan belasan serdadu Jawa. Hanya satu serdadu Jawa yang dapat mencapai pesisir barat. Berita kematian Muller menyulut kontroversi yang berlangsung sampai tahun 1850-an dan dihidupkan kembali sewaktu-waktu setiap kali informasi baru muncul. Sampai tahun 1950-an pengunjung-pengunjung daerah itu pun masih juga menanyakan nasib Muller.
Bahkan sampai hari ini hal-hal sekitar kematian Muller belum juga terpecahkan. Diperkirakan Muller telah mencapai kawasan Kapuas Hulu dan dibunuh sekitar pertengahan November 1825 di Sungai Bungan, mungkin di jeram Bakang tempat ia harus membuat sampan guna menghiliri Sungai Kapuas. Sangat mungkin bahwa pembunuhan Muller dilakukan atas perintah Sultan Kutai, disampaikan secara berantai dari satu suku kepada suku berikutnya di sepanjang Mahakam dan akhirnya dilaksanakan oleh sebuah suku setempat, barangkali suku Aoheng menurut dugaan Nieuwenhuis. Karena Muller dibunuh di pengaliran Sungai Kapuas, dengan sendirinya sultan tidak dapat dituding sebagai pihak yang bertanggungjawab. Bagaimanapun, ketika ekspedisi Niewenhuis berhasil melintasi daerah perbatasan hampir 70 tahun kemudian, pada hari nasional Perancis tahun 1894, barisan pegunungan ini diberi nama Pegunungan Muller. Menjelang pertengahan abad XIX, Belanda telah berhasil menguasai daerah-daerah